PENGARUH ADANYA
PENGAWASAN KERJA KANTOR TERHADAP EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS KINERJA PEGAWAI
Oleh:
Desy
Ratnaningsih
155211038
PROGRAM STUDI D3
ADMINISTRASI BISNIS
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK
NEGERI BANDUNG
BANDUNG
2017
Abstrak
Pengawasan Kantor saat ini sudah banyak digunakan oleh
organisasi, maupun perusahaan. Hal ini dikarenakan manfaat yang dirasakan
karena adanya pengawasan kantor. Organisasi tak tanggung-tanggung menggunakan
pengawasan kerja yang modern, hal ini dilakukan untuk keberlanjutan organisasi.
Penggunaan pengawasan kantor memberikan dampak positif, pegawai merasa terus
diawasi oleh atasan, ini dikarenakan adanya pengawasan kerja yang merata. Dengan
begitu, pegawai akan melakukan pekerjaannya sebaik mungkin, karena adanya
peraturan kerja yang harus ditaati. Pegawai akan merasa memiliki tanggungjawab
yang besar terhadap organisasi atau perusahaan tersebut. Hal ini dapat
meningkatkan produktivitas kinerja pegawai. Pegawai menjadi sangat produktif,
jujur, adil dan memiliki semangat dalam bekerja serta bijaksana dalam
menentukan suatu keputusan. Meski tidak semua pegawai menyukai pengawasan
tersebut, faktanya pengawasan kerja ini dapat mengefisiensikan pekerjaan
pegawai. Jika ada kekeliruan didalam organisasi atau perusahaan, maka dapat
dideteksi lebih cepat dan tepat sehingga penanganan terhadap kejadian dapat
ditanggulangi dengan baik dan sesuai dengan bukti dari pengawasan kerja. Hal ini
dapat meningkatkan efisiensi kinerja pegawai di organisasi atau perusahaan
tersebut.
Kata kunci: Pengawasan Kantor, Efisiensi, Produktivitas.
Kerangka Dasar Teori
Secara
etimologis kantor berasal dari Belanda: “kantoor”, yang maknanya: ruang tempat
bekerja, tempat kedudukan pimpinan, jawatan instansi dan sebagainya. Dalam
bahasa Inggris “Office” memiliki makna yaitu: tempat memberikan pelayanan,
posisi, atau ruang tempat kerja.
Pengawasan
adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas/pekerjaan
telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan, kebijaksanaan
yang telah di gariskan dan perintah (aturan) yang di berikan. Pengawasan yang
dilakukan dalam perkantoran memiliki tujuan dan manfaat bagi keberlangsungan
organisasi perusahaan.
Pengertian
Produktivitas Kerja menurut (Nasution, 2010:281) menyatakan bahwa didalam ilmu
ekonomi, produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan
(output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut
(input).
Pengaruh
Pengawasan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan menurut Arouf (2009:136)
produktivitas kerja memiliki dua dimensi, pertama mencapai target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan
dengan bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Produktivitas kerja merupakan
kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menghasilkan barang dan jasa
dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau sesuai dengan rencana.
Menurut
Sinungan (2005:84) menyatakan bahwa efisensi kerja adalah perbandingan yang
paling harmonis antara pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh
ditinjau dari segi waktu yang digunakan, dana yang dikeluarkan, serta tempat
yang dipakai. Secara umum efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara
suatu usaha dengan hasil yang dicapai. Efisiensi kerja adalah perbandingan
terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh
pekerjaan itu sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitasnya.
Banyak cara yang dapat dilakukan dan harus
ditempuh untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu perusahaan. Efisiensi
dapat ditingkatkan dengan baik jika pengawasan yang di lakukan oleh perusahaan
itu maksimal. Efisiensi dapat tercapai apabila hasil kerja yang dilakukan oleh
karyawan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Efisiensi juga dapat dicapai
melalui sistem pergerakan yang dapat merangsang para bawahan bekerja dengan
ikhlas, jujur, loyal. Menurut Siagian (2003: 113), salah satu sasaran pokok
manajemen dalam menjalankan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi ialah
efisiensi yang semaksimal-maksimalnya. Maka dari itu pengawasan harus
dilaksanakan dengan seefektif mungkin, karena pelaksanaan fungsi pengawasan
dengan baik akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan
efisiensi.
Pendahuluan
Pada era ini, dunia sudah terkontaminasi
dengan adanya globalisasi dan tuntutan-tuntutan yang banyak dipertanyakan oleh
masyarakat. Tidak satupun negara yang tidak merasakan dampak tersebut.. Seluruh
negara, terutama negara-negara berkembang, menghadapi berbagai tantangan baru
yang membawa konsekuensi pada perubahan atau pembaharuan yang akan mempengaruhi
kehidupan manusia, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Menghadapi perkembangan dunia yang seperti itu, dan seiring dengan derasnya
aspirasi reformasi di dalam negeri, maka peranan penyelenggaraan pemerintahan
dan administrasi kewarganegaraan yang baik menjadi semakin penting.
Salah satu elemen yang penting dalam tata
pemerintahan yang baik adalah adanya akuntabilitas publik, transparansi,
tegaknya hukum, dan peraturan. Karena itu, pengawasan yang merupakan unsur
penting dalam proses manajemen pemerintahan, memiliki peran yang sangat
strategis untuk terwujudnya akuntabilitas publik dalam pemerintahan dan
pembangunan. Melalui suatu kebijakan pengawasan yang komprehensif dan membina,
maka diharapkan kemampuan administrasi kewarganegaraan yang saat ini dianggap
lemah, terutama di bidang kontrol pengawasan, dapat ditingkatkan kapasitasnya
dalam rangka membangun infrastruktur birokrasi yang lebih kompetitif dan lebih
melayani masyarakat.
Dalam
prakteknya pengawasan dalam setiap bidang pekerjaan atau kegiatan dituntut satu
tata cara, metode, teknik pengawasan dengan efektif dan efisien. Upaya dalam
mewujudkan hal itu, maka dapat menciptakan kondisi dan euforia kerja yang
mendukung serta menciptakan pengawasan sebagai suatu proses yang wajar dalam
suatu organisasi pemerintah di lingkungan pendidikan dilakukannya pengawasan
secara maksimal Sumber Daya Manusia menempati posisi strategis dalam
pembangunan daerah dan pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci
keberhasilan bagi segenap bidang pembangunan yang diselenggarakan di daerah.
Hal ini mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai merupakan sarana penentu
dalam mencapai tujuan organisasi pemerintahan. J.B. Sumarlin (2004) menyatakan bahwa dengan semakin
besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang
didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran
pengawasan akan semakin meningkat. Pengawasan perlu dilaksanakan secara
optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi organisasi,
pemerintah dan negara dalam merealisasikan program secara efektif, efisien dan
ekonomis baik itu dalam lingkup besar maupun lingkup kecil sekalipun.
Pembahasan
Pengertian
kantor dapat dibedakan menjadi 2, yaitu kantor dalam arti dinamis dan kantor
dalam arti statis. Kantor dalam arti dinamis merupakan proses penyelenggaraan
kegiatan pengumpulan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian atau pendistribusian
data/informasi. Atau dapat dikatakan kantor dalam arti dinamis merupakan
kegiatan ketatausahaan atau kegiatan administrasi dalam arti sempit. Sedangkan
kantor dalam arti statis bisa berarti Ruang kerja, kamar kerja, markas, biro,
instansi, lembaga, jawatan, badan, perusahaan, serta tempat atau ruangan
penyelenggaraan kegiatan pengumpulan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan penyampaian/pendistribusian
data/informasi. Selain pengertian-pengertian tersebut, ada beberapa pengertian
kantor secara statis menurut beberapa ahli diantaranya yaitu:
- Menurut Moekijat (1997:3), kantor adalah setiap tempat yang biasanya dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan tata usaha, dengan nama apapun juga tempat tersebut mungkin diberikan.
- Prajudi Atmosudirjo (1982:25), kantor adalah unit organisasi terdiri atas tempat, staf personel dan operasi ketatausahaan guna membantu pimpinan.
- Kallaus dan Keeling, office is a function where interdependent system of technology, procedures, and people are at work to manage one of the firm’s most vital resources-information.
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kantor adalah balai (gedung, rumah, ruang) tempat mengurus suatu pekerjaan atau juga disebut tempat bekerja.
Dari
definisi-definisi diatas ditarik kesimpulan bahwa kantor dalam arti dinamis adalah
tempat diselenggarakannya kegiatan tata usaha di mana terdapat ketergantungan
system antara orang, teknologi, dan prosedur untuk menangani data dan informasi
mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah, menyimpan, sampai menyalurkannya.
Produktivitas Kerja
Pengukuran
produktivitas merupakan suatu proses yang sangat penting, karena akan menjadi
landasan dalam membuat kebijakan perbaikan produktivitas secara keseluruhan
dalam proses manajemen. Kondisi-kondisi tersebut sangat diperlukan untuk
mendukung pengukuran produktifitas kerja yang valid.
Indikator
Produktivitas Kerja Menurut B. Isyandi ( 2004:165) untuk meningkatkan
produktivitas yang baik maka yang menjadi indikatornya adalah sebagai berikut:
- Validitas. Ukuran yang dapat menggambarkan secara tepat perubahan dari input menjadi output dalam proses produksi yang sebenarnya.
- Kelengkapan. Berhubungan dengan ketelitian dengan nama seluruh output yang didapat dari input yang dipergunakan dapat di ukur dan termasuk di dalam rasio-rasio produksi tersebut.
- Dapat di bandingkan. Produktivitas adalah ukuran relatif, karenahasil pengukurannya harus dapat di bandingkan dari periode keperiode berikutnya, sehingga dapat di ketahui penggunaan sumber daya yang lebih efisien atau tidak dalam mencapai hasil.
- Inklusif. Bahwa pengukuran produktivitas itu harus dilakukan pada kegiatan produksi dan juga pada kegiatan non-produksi didalam organisasi misalnya pada pembelian bahan, pengendalian produksidan keuangan.
- Cepat dan tepat waktu. Yaitu untuk memastikan bahwa ada data yan hasilnya cukup cepat dan tepat sehingga pimpinan org anisasi dapat segera mengambil tindakan bila ada persoalan yang timbul. Hasil pengukuran produktivitas harus dikomunikasikan pada tiap pimpinan bawahan yang bertanggun jawab pada bidang nya
- Keefektifitan biaya. Bahwa pengukuran produktivitas harus dilakukan dengan memperlihatkan biaya-biaya yang terkait, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung.
Pengukuran
harus pula dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu usaha-usaha
produktif yang sedang berjalan di dalam organisasi.
Menurut
TjutjuYuniarsih (2009:159) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
terbagi dua diataranya: Faktor internal dan faktor eksternal.
- Faktor Internal adalah: Komitmen kuat terhadap visi dan misi institusional, struktur dan desain pekerjaan motivasi, disiplin, dan etos kerja yang mendukung ketercapaian target, dukungan sumberdaya yang bisa digunakan untuk menunjang kelancaran pelaksaan tugas, kebijakan perusahaan yang bisa merancang kreatifitas dan inovasi, perlakuan yang menyenangkan yang diberikan pemimpin, lingkungan kerja yang ergonomis, dan kesesuaian tugas yang diberikan.
- Faktor Eksternal adalah peraturan perundangan, kebijakan pemerintah,dan situasi politi, kemitraan (networking) yang dikembangkan, kultur dan mindset lingkungan disekitar organisasi dukungan masyarakat dan stakeholders secara kelompok.
Pengaruh
Pengawasan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan menurut Arouf (2009:136)
produktivitas kerja memiliki dua dimensi, pertama mencapai target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan
dengan bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Produktivitas kerja merupakan
kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menghasilkan barang dan jasa
dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau sesuai dengan rencana.
Pengawasan Kantor
Pengawasan
adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas/pekerjaan
telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan, kebijaksanaan
yang telah di gariskan dan perintah (aturan) yang di berikan. Pengawasan yang
dilakukan dalam perkantoran memiliki tujuan dan manfaat bagi keberlangsungan
organisasi perusahaan.
Berbagai
fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam manajemen diantaranya adalah fungsi
perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing),
fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi pengawasan (Controlling)
menurut Griffin (2004:44). Keempat fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan
oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat merealisasikan
tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang
berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan
efisien.
Pengertian
Pengawasan Menurut Ali Imron (2013:139) pengawasan adalah suatu aktivitas yang
selalu mengupayakan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat tercapai
sebagaimana yang direncanakan. Indikator Pengawasan Menurut Siagian (2005:130)
untuk mendapatkan pengawasan yang efektif ada beberapa indikator yang harus di
perhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
- Merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang di selenggarakan Bahwa tehnik pengawasan harus sesuai dengan penemuan informasi tentang siapa yang melakukan pengawasan dan kegiatan apa yang menjadi sasaran pengawasan tersebut.
- Memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi dari rencana. Mampu mendeteksi deviasi atau penyimpangan yang mungkin terjadi sebelum penyimpangan itu menjadi kenyataan.
- Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Standar harus jelas terlihat bukan saja dalam prosedur mekanisme kerja, tetapi juga dalam rangkaian kriteria yang menggambarkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif dan sedapat mungkin di nyatakan secara tertulis.
- Keluwesan pengawasan. Setiap organisasi diharapkan mempunyai contogecy plan yang digunakan sebagai pengganti rencana utama yang telah di tetapkan apabila situasi menghendaknya.
- Efisiensi pelaksanaan pengawasan. Pengawasan dilakukan supaya keseluruhan organisasi bekerja dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dari para pemilik modal, dan dari pihak-pihak yang berkepentingan berapapun biaya nya harus di pikul.
- Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang bersangkutan. Dengan mengatasnamakan kecanggihan sistem pengawasan ini banyak digunakan dan dikembangkan berbagai tehnik untuk membantu para manajer melakukan pengawasan secara efektif.
- Mencari yang tidak beres. Peningkatan efisien dan efektifitas kerja dan menyoroti sistem kerja pada organisasi.
- Bersifat membimbing. Jika telah di temukan apa yang tidak beres dan siapa yang salah serta telah di ketahui faktor-faktor penyebabnya, seorang menejer harus berani mengambil tindakan yang tepat sehingga kesalahan yang dibuat oleh bawahan tidak terulang kembali.
Menurut
Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (2005:317) mendefinisikan pengawasan
merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dalam pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan
ukuran yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson
(2006:303), menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan
kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja, memastikan
kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan
umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan.
Definisi
ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi mencakup dan
melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara,
sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang manajer.
Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan
operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan–penyimpangan
dengan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya.
Menurut
Harahap (2001:14), Pengawasan adalah keseluruhan sistem, teknik, cara yang
mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala
aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan
prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan
organisasi. Sedangkan menurut Maringan (2004: 61), pengawasan adalah proses
dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah
ditentukan. Selain itu menurut Dessler (2009: 2), menyatakan bahwa pengawasan (Controlling)
merupakan penyusunan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau
level produksi; pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja aktual dibandingkan
dengan standar yang telah ditetapkan; mengadakan tindakan korektif yang
diperlukan.
Kontrol,
yakni mencocokkan pelaksanaan tugas yang baru berjalan terhadap ukuran baku
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rencana-rencana dengan maksud untuk
menjamin tercapainya kemajuan yang cukup dalam pelaksanaan tugas yang
memuaskan; juga pengalaman yang diperoleh dari pelaksanaan
rencana-rencana itu sebagai suatu petunjuk bagi tindakan-tindakan diwaktu
mendatang yang mungkin. (E.F.L. Brech, ed,. The principle and practice
of Management).
Pengawasan
adalah keseluruhan aktivitas mengawasi, memeriksa, mencocokkan, dan
mengendalikan segenap kegiatan agar berlangsung sesuai rencana yang ditetapkan
dan hasil yang dikehendaki. Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu tindakan pemantauan atau
pemeriksaan kegiatan perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan
rencana yang ditetapkan sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang
diperlukan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha
dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik. Fungsi pengawasan
merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri dari
tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan agar target
perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi pengawasan menilai apakah rencana
yang ditetapkan pada fungsi perencanaan telah tercapai.
Pengawasan secara umum berarti
pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau
penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak
manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan
perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang
diperoleh pada saat pelaksanaan.
Pengawasan
yang efektif mempunyai beberapa ciri yang akan dijelaskan berikut ini. Secara
umum pengawasan yang efektif harus situasional (memperhatikan situasi).
Pengawasan yang baik harus disesuaikan dengan rencana dan struktur organisasi,
kepribadian atau karakteristik individu manajer dan kebutuhan untuk efisiensi
dan efektifitas. Disamping itu, pengawasan juga harus mampu memberikan informasi
yang akurat dan tepat waktu serta mengarah pada upaya perbaikan.
a. Disesuaikan dengan rencana dan struktur
organisasi
b. Disesuaikan dengan manajer
c. Ekonomis
d. Akurat
e. Tepat waktu. (Mamduh Hanafi, 2011:392)
Sistem Pengawasan Kantor
Sistem pengawasan yang efektif harus
memenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya
pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan
standar atau alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana
tersebut menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau
tidak. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu
memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang
jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat
diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas
dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan
seorang bawahan. Pengawasan yang efektif tergantung pada
situasi dan kondisi yang dihadapi. Tidak ada satu sistem pengawasan yang
berlaku untuk semua situasi dan semua perusahaan.
Sistem
pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip
fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat
dipergunakan, meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan.
Menurut Duncan dalam Harahap (2001:246) mengemukakan bahwa beberapa sifat
pengawasan yang efektif sebagai berikut:
a) Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya.
Oleh
karena itu harus dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem
pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lain.
Sistem pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk bidang keuangan akan
berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat
dan kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan dibidang penjualan
umumnya tertuju pada kuantitas penjualan, sementara pengawasan dibidang
keuangan tertuju pada penerimaan dan penggunaan dana.
b) Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut
organisasi.
Titik
berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia itulah yang
melakukan kegiatan dalam badan usaha atau organisasi yang bersangkutan.
Karyawan merupakan aspek intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya
tergambar dalam pola organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat
memenuhi prinsip berdasarkan pola organisasi. Ini berarti bahwa dengan suatu
sistem pengawasan , penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi
yang bersangkutan.
c) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi
masalah organisasi.
Tujuan
utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi
kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan benar-benar efektif, artinya
dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidaknya harus
dapat dengan segera mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dalam organisasi.
Dengan adanya identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat
segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional benar-benar dapat
atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya.
d) Pengawasan harus fleksibel.
Suatu
sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi
prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap dapat
dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar
dugaan.
e) Pengawasan harus ekonomis.
Sifat
ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-sungguh diperlukan. Tidak ada
gunanya membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat
direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang lebih murah. Sistem
pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan besar tidak perlu ditiru bila
pengawasan itu tidak ekonomis bagi suatu perusahaan lain. Hal yang perlu
dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-benar
merealisasikan motif ekonomi.
Tujuan Pengawasan Kantor
Tujuan
pengawasan kantor menurut Odgers (2005) adalah:
- Meningkatkan kinerja organisasi secara kontinu, karena kondisi persaingan usaha yang semakin tinggi menuntut organisasi untuk setiap saat mengawasi kinerjanya;
- Meningkatkan efisiensi dan keuntungan bagi organisasi dengan menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau mengurangi penyalahgunaan alat atau bahan;
- Menilai derajat pencapaian rencana kerja dengan hasil akurat yang dicapai, dan dapat dipakai sebagai dasar pemberian kompensasi bagi seorang pegawai;
- Mengkoordinasikan beberapa elemen tugas atau program yang dijalankan;
- Meningkatkan keterkaitan terhadap tujuan organisasi agar tercapai.
Pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan agar
perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan
dikatakan sangat penting karena pada dasarnya manusia sebagai objek pengawasan
mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh karena itu manusia dalam organisasi
perlu diawasi, bukan mencari kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi
mendidik dan membimbingnya. Menurut Husnaini (2001: 400), tujuan pengawasan
adalah sebagai berikut:
- Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.
- Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan.
- Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
- Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik.
Menurut
Maringan (2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:
- Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
- Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan Pengawasan dalam rangka meningkatkan disiplin
kerja pegawai dengan tujuan untuk mencapai
tujuan organisasi sangat
perlu diadakan pengawasan, karena
pengawasan mempunyai beberapa tujuan
yang sangat berguna bagi
pihak-pihak yang melaksanakan.
Tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana
sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki. Tujuan utama dari
pengawasan ialah mengusahakan
agar apa yang direncanakan menjadi
kenyataan. Untuk dapat
benar-benar merealisasi tujuan
utama tersebut, maka pengawasan
pada taraf pertama bertujuan agar
pelaksanaan pekerjaan
sesuai dengan instruksi yang
telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan
penemuan-penemuan tersebut
dapat diambil tindakan
untuk memperbaikinya, baik pada
waktu itu maupun waktu-waktu yang akan
datang (Manullang, 2004:173). Dapat
disimpulkan bahwa tujuan
pengawasan secara umum adalah menciptakan suatu disiplin kerja dalam setiap kegiatan dan berusaha agar apa yang
direncanakan dapat menjadi kenyataan.
Tujuan
perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan sebelum terjadinya
penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah (prefentive
control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan pengawasan sesudah
terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaa
kegiatan sesuai dengan rencana. Ketentuan-ketentuan dan infrastruktur yang
telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan
tercipta tujuan perusahaan yang efektif dan efisien.
Fungsi
Pengawasan
Menurut
Ernie dan Saefulah (2005: 12), fungsi pengawasan adalah:
- Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang di tetapkan.
- Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.
- Melakukan berbagai alternatife solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut
Maringan (2004: 62), fungsi pengawasan adalah:
- Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.
- Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
- Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan
adalah mengevaluasi hasil dari aktifitas pekerjaan yang telah dilakukan dalam
perusahaan dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
Fungsi
pengawasan biasanya diasosiasikan negatif oleh anggota organisasi, karena pada
dasarnya manusia tidak suka diawasi. Fungsinya ini juga dapat mempengaruhi
hubungan dengan pegawai yang bersangkutan jika terpaksa dilakukan langkah
pembinaan atau pembenahan dari kondisi kerja yang sekarang. Untuk itu, demi
tercapainya tujuan organisasi, hendaknya staf yang bertugas melakukan fungsi
ini mempunyai sikap empati dan kooperatif dengan departemen yang lain.
Manfaat
Pengawasan
Manfaat
pengawasan dan kontrol menurut Quible (2001) antara lain:
- Membantu memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh organisasi;
- Membantu pegawai dalam meningkatkan produktivitas karena kesadaran akan kualitas dan kuantitas output yang dibutuhkan;
- Menyediakan alat ukur produktivitas pegawai atau aktivitas yang objektif bagi organisasi;
- Mengidentifikasikan beberapa hal yang membuat rencana tidak sesuai dengan hasil aktual yang dicapai, dan memfasilitasi pemodifikasiannya;
- Membantu pencapaian kerja sesuai tingkat atau deadline yang ditetapkan.
Macam-Macam
Pengawasan
Menurut
Maringan (2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu:
- Pengawasan dari dalam perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan.
- Pengawasan dari luar perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh unit diluar perusahaan. Ini untuk kepentingan tertentu.
- Pengawasan Preventif. Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.
- Pengawasan Represif. Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
Menurut
Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu:
- Pengawasan Awal. Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.
- Pengawasan Proses. Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan ang ditetapkan.
- Pengawasan Akhir. Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan.
Macam-macam
pengawasan menurut kepentingannya, sebagai berikut:
1. Pengawasan Kualitas:
Sesuai dengan tujuannya, organisasi melakukan pengawasan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas sebuah aktifitas kerja di kantor
pada rentang waktu tertentu. Untuk menghasilkan pengukuran yang baik, evaluasi
harus didasarkan pada data yang akurat. Kontrol terhadap kualitas mencakup
evaluasi atas keakuratan pekerjaan yang dilakukan, dan kontrol kuantitas lebih
mengarah pada kuantifikasi komponen-komponen evaluasi agar tujuan yang
ditetapkan dapat tercapai.
Beberapa cara atau teknik yang dapat dilakukan dalam
melakukan pengawasan kualitas (Leonard dan Hilgert 2004) adalah:
- Inspeksi total, berupa pengecekan menyeluruh terhadap seluruh unit kerja atau tugas yang dilakukan oleh pegawai dan menjelaskan apakah standart kualitas minimum sudah tercapai, dan bila belum, bagaimana memperbaikinya. Namun teknik ini kurang efektif jika frekuensinya terlalu sering, apalagi tanpa alasan yang kuat, karena pegawai akan merasa terlalu diawasi sehingga membuat suasana kerja tidak kondusif.
- Pengecekan pada area tertentu, dilakukan melalui pengecekan kinerja pegawai di suatu departemen atau divisi tertentu, seperti departemen keuangan, yang dilakukan secara periodik. Penggunaan komponen statistk akan menambah validitas data yang diperoleh dalam fungsi pengawasan.
- Pengontrolan kualitas dengan statistik. Apabila inspeksi total belum diperlakukan pengecekan pada divisi tertentu tidak terlalu akurat, manajer administrasi dapat menggunakan teknik ini dengan memakai data yang berbasis sample yang dipilih untuk memfaliditas dan realibilitas hasil pengukuran.
- Kesalahan nihil, merupakan teknik prefentif terhadap potensi kesalahan yang dilakukan oleh pegawai sejak pertama kali mengerjakan tugasnya. Hal ini juga dapat memotifasi pegawai untuk selalu bebas dari kesalahan. Ketika teknik ini diterapkan, mereka seyogyanya diberikan imbalan yang setimpal atas tiadanya kesalahan yang dilakukan dan peningkatan kinerja yang telah dilakukan.
2. Pengawasan Kuantitas
Untuk memulai pengontrolan, hendaknya organisasi mulai
dengan mengumpulkan data atau administrasi di kantor dan dijadikan dasar untuk
penetapan standar kuantitas pengukuran didesain untuk mendefinisikan dan
menggambarkan apa yang diharapkan dari pelaku sebuah kerja, baik dari pegawai
maupun dari pihak organisasi.
Untuk mengontrol fluktuasi pekerjaan kantor, beberapa
tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
- Over time, banyak perusahaan yang menambah jam kerja atau lembur untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan deadline yang terbatas atau karena volume pekerjaan menumpuk.
- Temporary help, jika penambahan jam kerja kurang memadai atau kurang tepat dilakukan, pemakaian tenaga temporer dalam menghadapi peak season dapat dilakukan.
- Part-timer help jika fluktuasi terjadi secara regular, menyewa tenaga paruh waktu juga dapat dilakukan.
- Floating work unit. Beberapa organisasi telah mengembangkan unit kerja yang akan dipakai jika mereka memang diperlukan dalam penyelesaian proyek dengan volume kerja yang tinggi atau time limit yang terbatas.
- Cycle biling. Banyak organisasi yang mempunyai jumlah pelanggan yang besar mengimplementasikan teknik ini untuk mengurangi antrian layanan yang akan dilakukan.
3.
Pengawasan Alternatif
Beberapa
isu strategis perlu dipertimbangkan oleh manajer dalam melaksanakan fungsi
pengawasan, seperti tujuan dari pelaksanaan, seperti tujuan dari pelaksanaan
kontrol, kepercayaan terhadap sistem kontrol, sikap manajer dan pegawai,
frekuensi pelaksanaan, dan sumber juga data yang digunakan untuk pengawasan.
Selain jenis pengawasan di atas, Cascio (2003) juga mengajukan dua metode
pengawasan alternatif, yaitu:
1) Behaviour-oriented rating methods, yang
merupakan metode penilaian kinerja yang berorientasi pada perilaku pegawai,
dengan membandingkan kinerja karyawan yang satu dengan yang lain. Ada 4 teknik
yang dapat digunakan:
- Teknik deskripsi. Penilai memberikan deskripsi terhadap bawahannya mengenai kekuatan, kelemahan, dan potensi dari pegawai yang dinilai. Namun sistem ini reliabilitasnya kurang, mengingat setiap penilai mempunyai penekanan dan subjektivitas tersendiri terhadap masing-masing pegawai.
- Teknik rangking, dengan menyebutkan pegawai mana yang berkinerja paling bagus, dan seterusnya. Pemberian rangking ini bisa melibatkan tim penilai atau dari masing-masing supervisor.
- Behavioral checklist, yaitu teknik yang menyediakan daftar perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan, dan tugas penilai adalah memilih pernyataan mana yang sesuai dengan kondisi kinerja pegawai. Biasanya teknik ini menggunakan skala Likert untuk mendeskripsikan kinerja seorang pegawai, dan Stockford dan Bissel (1949) menyatakan bahwa teknik ini lebih dapat diandalkan dibandingkan teknik evaluatif (baik buruk).
Tabel
9-2 contoh behavioral checklist:
Kondisi |
Sangat
setuju
|
Setuju
|
Netral
|
Tidak
setuju
|
Sangat
tidak setuju
|
Pegawai ini
menyiapkan kerjanya dengan baik
|
|||||
Pegawai ini mudah
di ajak berkomunikasi
|
|||||
Pegawai ini
mempunyai ide yang bagus
|
|||||
Pegawai ini
menguasai pekerjaannya dengan baik
|
- Teknik skala penilaian secara grafis, yang relatif banyak digunakan pada organisasi atau perusahaan (landy dan Rastegary, 1988). Walaupun teknik ini kurang detail, namun mudah digunakan dalam waktu yang singkat. Teknik ini juga mudah untuk di analisis secara kuantitatif, dan banyak tim penilai lebih dapat menerima karena reliabilitas dan validitasnya relatif teruji (Cascio, 1996).
Tabel 9-2 contoh skala penilaian secara
grafis
Unsur penilaian
|
Tingkat kinerja
|
||||
Kurang memuaskan
|
Lumayan
|
Memuaskan
|
Sangat memuaskan
|
mengagumkan
|
|
Kehadiran
|
|||||
Penampilan
|
|||||
Kualitas kerja
|
|||||
Pengetahuan kerja
|
|||||
Dapat diandalkan
|
- Behavioral anchored rating scales (BARS), merupakan variasi dari teknik sebelumnya. Keuntungan utama dari teknik ini adalah adanya pendeskripsian perilaku mana yang dapat dikategorikan sebagai prestasi kerja yang memuaskan, sedang-sedang saja, dan kurang memuaskan. Namun teknik ini membutuhkan usaha yang lebih banyak untuk mengembangkan skala yang dapat diterima oleh semua pihak.
2) Results-oriented rating methods, merupakan
metode yang menitikberatkan pada hasil dari kerja yang dibebankan kepada
pegawai. Ada 2 teknik yang dapat digunakan, yaitu:
- Management by objectives, yang didasarkan pada penetapan tujuan bagi organisasi secara keseluruhan, bagi masing-masing departemen atau divisi, maupun masing-masing pegawai. Teknik ini tidak mengukur perilaku pegawai, namun kontribusi mereka terhadap organisasi (campbell, dunnette, lawler dan weick, 1970). Sebelum menentukan tujuan, manajer harus mendiskusikan tujuan umum apa yang akan dicapai untuk periode waktu tertentu (tiap kwartal, semester, atau tahunan). Selanjutnya pembuatan rencana mengenai bagaimana dan kapan tujuan tersebut akan tercapai, dan terakhir persetujuan mengenai kapan akan dimulainya upaya tersebut.
- Work planning and review, menitikberatkan pada periodisitas penilaian rencana kerja oleh tim penilai dan bawahan untuk mengidentifikasi tujuan yang tercapai, masalah yang harus dipecahkan, dan training yang diperlukan (meyer, kay, dan french, 1965).
Menurut
Quible (2001) proses pengawasan akan kurang optimal jika unsur-unsur dibawah
ini dihilangkan:
- Faktor-faktor yang diawasi. Sebelum pengawasan dilakukan seyogyanya stakeholders internal diberikan pemahaman tentang faktor-faktor apa saja yang akan di awasi. Tentu saja, pengawasan terhadap faktor yang tidak terlalu penting akan mengakibatkan waktu dan tenaga terbuang sia-sia.
- Identifikasi hasil yang diharapkan. Identifikasi parameter yang kurang jelas mengenai hasil yang diinginkan dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan membuat pengawasan tidak akan berjalan dengan efektif. Untuk itulah, keterlibatan semua pihak (termasuk pihak yang akan di awasi) mutlak perlu dilakukan, bila perlu organisasi dapat mengundang konsultan untuk menentukan alat ukur yang akan digunakan.
- Pengukuran kinerja. Sebelum hasil aktual dan hasil yang di inginkan dibandingkan, hasil aktual harus di ukur. Dalam beberapa hal, pengukuran ini juga menjelaskan output kuantitas. Dalam organisasi yang menerapkan konsep TQM, pengukuran lebih ditekankan pada seberapa baik pelanggan dilayani oleh organisasi.
- Aplikasi tindakan pembenahan. Apabila hasil aktual kurang dari hasil yang diharapkan, perlu dilakukan tindakan koreksi untuk memperkecil gap yang terjadi dengan mengimplementasikan hal yang di anggap perlu. Misalnya, dalam pemenuhan order pembelian yang akan terealisasi maksimal 3 hari setelah order dilakukan tetapi ketika sudah waktunya belum tercapai, ternyata fasilitas komunikasi antara divisi administrasi penjualan dengan gudang tidak difasilitasi dengan alat komunikasi yang memadai, sehigga perlu ditunjang dengan alat komunikasi yang representatif.
Proses
Pengawasan Kantor
Berdasarkan
pendapat Cascio (2003), ada 3 proses yang harus dilakukan dalam mengontrol/mengawasi
pekerjaan kantor:
1. Mendefinisikan
parameter pekerjaan yang akan di awasi. Hal ini akan membantu pegawai untuk
mengetahui kinerja yang diharapkan terhadap mereka dan secara efektif dapat
mencapainya. Manajer dapat melakukannya dengan melakukan hal-hal berikut:
- Penetapan tujuan, dalam beberapa penelitian yang berbeda, tempat maupun budaya menunjukan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai (Matsui, Kakuyama, dan Onglatco, 1987). Peningkatan ini diperoleh karena pegawai cenderung memberikan perhatian lebih dan mendorong mereka untuk mencapainya jika tujuan atau target yang harus dicapai dijelaskan secara detail (Tubbs, 1986), seperti peningkatan kepuasan pelanggan sebesar 10% dalam setahun atau pengurangan biaya telepon sebesar 15% dalam setahun.
- Standar ukuran, merupakan syarat mutlak agar pegawai dapat mencapai kinerja yang diharapkan apabila alat ukurnya ditetapkan secara objektif. Untuk itulah, tujuan hendaknya ditetapkan sedetail mungkin sehingga pengukuran yang objektif dapat dilakukan. Misalnya, Tujuan organisasi “menjadikan organisasi lebih baik” sangat sulit untuk di ukur. Menurut Leonard dan Hilgert (2004), terdapat dua standar yang dapat digunakan oleh organisasi, yaitu:
1. Standar terukur, merupakan standar kerja yang
dapat diidentifikasi dan diukur dengan mudah. Misalnya, teller disebuah bangk
ditargetkan untuk melayani 20 orang dalam menyelesaikan transaksi (penarikan,
penyimpanan, maupun pembayaran), sehingga rata-rata nasabah dapat dilayani
selama 3 menit.
2. Standar tak terukur, merupakan standar kerja
yang sulit untuk dikuantifikasikan dan biasanya berhubungan dengan
karakteristik hubugan manusia, seperti sikap terhadap pelanggan, tingkat moral
yang tinggi, dan tingkat kepuasan terhadap pelayanan administrasi di kantor.
- Pengukuran, merupakan inti dari pengontrolan atau pengawasan kantor. Hendaknya pengukuran ini dilakukan secara reguler, bisa per kuartal maupun semester, untuk menjamin tercapainya tujuan secara konsisten. Apabila penetapan tujuan maupun ukuran telah dilakukan dengan baik, namum proses pengukuran kinerja tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan menyebabkan keseluruhan proses pengontrolan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2. Memfasilitasi kinerja yang hendak dicapai. Apabila proses pertama telah dilakukan,
manajer administrasi hendaknya memberikan feedback kepada pegawai mengenai apa
yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja mereka sesuai dengan targert
yang ditetapkan. Pemberian umpan balik ini hendaknya diiringi dengan pemberian
fasilitas yang memadai bagi karyawan untuk mencapainya. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain:
- Mengurangi hambatan yang ada, misalnya peralatan kantor yang ada sudah out of date (penggunaan komputer dengan kecepatan processor 486 MHz, sedangkan aplikasi yang dijalankan menuntut penggunaan processor di atas 2 GHz); kurang efisiennya desain tempat kerja, atau bisa juga disebabkan kurang efektifnya desain kerja. Untuk itulah, hendaknya manajer senantiasa mendengarkan pendapat atau keluhan dari bawahan guna mengurangi hambaatan dalam mencapai tujuan.
- Menyediakan sumber daya yang memadai untuk penyelesaian kerja, misalnya sumber daya modal, bahan maupun manusia. Meskipun hambatan telah dikurangi oleh manajer, namun sumber daya yang dapat digunakan sangat terbatas (jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk penyelesaian suatu pekerjaan seharusnya 5 orang, namun hanya tersedia 3 orang), maka tujuan mustahil akan tercapai.
- Memberikan perhatian penuh dalam perekrutan pegawai, hal ini didasari bahwa tujuan hendaknya dicapai pada saat yang tepat, tempat yang sesuai, dan orang yang tepat. Kualifikasi pegawai yang dibutuhkan tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, misalnya pegawai yang direkrut untuk bagian duplikasi (foto kopi) adalah seorang sarjana informatika atau pembuatan sistem administrasi merekrut pegawai yang baru lulus dari sekolah kejuruan. Hendaknya perekrutan juga tidak hanya mendasarkan pada strata pendidikan yang dimiliki pelamar, namun, faktor lain juga dipertimbangkan, seperti pengalaman kerja, kompetensi yang dimiliki, dan seterusnya.
3. Memotivasi pegawai, yang harus dilakukan oleh seorang manajer untuk agar
pegawai senantiasa tertantang untuk mencapai target yang ditetapkan dan secara
konsisten serta persisten mencapainya. Beberapa hal yang dapat dilakukan
adalah:
- Memberikan imbalan yang dihargai oleh pegawai, pemberian ini harus didiskusikan terlebih dahulu dengan pegawai mengenai hal apa yang penting buat mereka, apakah peningkatan gaji, fasilitas, cuti, pengakuan dan lain-lain. Hasil survei ini akan dijadikan bahan penentuan sistem imbalan bagi pegawai, dan imbalan tersebut dapat menyerap keinginan dari para pegawai;
- Memberikan imbalan secara tepat dalam hal jumlah dan waktunya, apabila pegawai memenuhi target yang ditetapkan, organisasi harus memberikannya secara tepat sesuai dengan yang dituangkan dalam peraturan. Hal ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas organisasi di mata pegawai dan memberikan motivasi bagi pegawai untuk selalu mencapai target yang telah ditetapkan;
- Memberikan imbalan secara adil, hal ini penting dilakukan untuk menjaga ketidakpuasan dari masing-masing pihak. Apabila kerja dilakukan secara berkelompok, hendaknya manajer juga mendapatkan input dari masing – masing anggota kelompok mengenai kinerjanya. Masukan ini dapat dijadikan dasar pemberian imbalan yang adil bagi setia anggota kelompok kerja yang dimaksud.
Sistem
pengawasan organisasi memiliki 4 langkah fundamental dalam setiap
prosesnya (Griffin, 2004:167):
1. Menetapkan Standar
Control
Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan
untuk kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan
harus diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus
konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan
pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran
kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek yang
diawasi. Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada rencana
keseluruhan maupun rencana-rencana bagian. Agar standar itu diketahui secara
benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan dijelaskan
kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami tujuan yang sebenarnya ingin
dicapai.
2. Mengukur Kinerja
Pengukuran
kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian besar organisasi.
Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja harus valid. Kinerja
karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas output, tetapi bagi
banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail.
3. Membandingkan
Kinerja dengan Standar
Tahap
ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan (actual result)
dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan dapat diketahui
melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin maupun
laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi karyawan
untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil untuk
menyampaikan laporannya secara lisan. Kinerja dapat berada pada posisi lebih
tinggi dari, lebih rendah dari, atau sama dengan standar. Pada beberapa
perusahaan, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan
menetapkan standar penjualan produk mereka berada pada urutan pertama di pasar.
Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung untuk menentukan apakah standar
telah dicapai atau belum. Namun dalam beberapa kasus perbandingan ini dapat
dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja lebih rendah dibandingkan standar,
maka seberapa besar penyimpangan ini dapat ditoleransi sebelum tindakan
korektif dilakukan.
4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif
Berbagai
keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada keahlian-keahlian
analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja dengan standar,
manajer dapat memilih salah satu tindakan: mempertahankan status quo (tidak
melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah standar. Tindakan
perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil
pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan perbaikan, maka harus
diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada beberapa sebab yang mungkin
menimbulkan penyimpangan, yaitu :
- Kekurangan faktor produksi
- Tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan resources lainnya dalam lingkungan organisasi
- Sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya.
Oleh
karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang dapat menyesuaikan
bentuk-bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Kriteria Pengawas Kantor
Hal
utama yang menjadi dasar dalam pemilihan seorang pengawas adalah mempunyai kesempatan
yang cukup guna mengamati kinerja pegawai dalam periode waktu tertentu.
Beberapa orang yang dapat dijadikan penilai menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan
Cardy (2003) adalah:
- Supervisor, yang mempunyai kesempatan lebih banyak dan bertanggung jawab atas kinerja langsung anak buahnya. Hal inilah yang mendasari kontrol dari supervisor banyak dipakai pada setiap organisasi (Becker dan Klimoski, 1989).
- Teman sekerja, yang didasari atas kenyataan tidak setiap saat atasan dapat memonitor kinerja anak buahnya, dan yang merasakan baik tidaknya kinerja seorang pegawai adalah teman sekerjanya, terlebih mereka bergabung dalam sebuah tim kerja. Hendaknya penilaian atau kontrol oleh teman kerja bukanlah secara umum, namun hal khusus yang berkaitan dengan kesediaan yang bersangkutan untuk membantu yang lain (McEvoy dan Buller, 1987). Fungsi kontrol ini akan lebih efektif jika organisasi memberikan kesempatan kepada penilai untuk memberikan umpan balik yang bersifat positif dan negatif, mengumpulkan pendapat anggota yang lainm, dan berdiskusi langsung dengan yang bersangkutan, sehingga efektivitas pengawasan akan meningkat (Druskat dan Wolff, 1999).
- Bawahan, merupakan salah satu umpan balik dalam proses pengawasan yang sangat baik. Banyak studi yang menemukan bahwa pengawasan yang diberikan oleh bawahan berdampak positif terhadap kinerja atasan (Atwater, Waldman, Atwater, dan cartier (2000), misalnya mengenai efektivitas mereka berkomunikasi dengan bawahan maupun jenis kepemimpinan yang dimiliki, sedikit banyak akan mempengaruhi kinerja pegawai. Untuk itulah, pengawasan yang dilakukan bawahan perlu dipertimbangkan oleh sebuah organisasi.
- Menilai diri sendiri, yang bisa dijadikan bahan untuk perbaikan proses kerja sesuai dengan harapan pegawai dan bisa mengurangi sikap defensif mereka dalam proses pengawasan kontrol terhadap diri sendiri ini juga baik sebagai bahan konseling bagi pegawai dalam pengembangan dirinya (Yu dan Murphy, 1993).
- Pelanggan, yang cukup penting dalam proses pengawasan bagi pegawai yang berhubungan langsung dengan pelanggan atau konsumen suatu organisasi atau perusahaan. Pengawasan yang dilakukan pelanggan akan menunjukan seberapa puas mereka terhadap layanan yang diberikan, terutama oleh pegawai yang dimaksud. Hal ini juga akan meningkatkan loyalitas pelanggan, karena rasa memiliki terhadap organisasi atau perusahaan tersebut (Ulrich, 1989).
- Komputer, merupakan salah satu pengawas terbaru pada perkantoran. Menurut Glover (2000), lebih dari 80% perusahaan di A.S. memonitor penggunaan internet dan email pekerjanya yang menggunakan komputer perusahaan. Hal ini didasari adanya kenyataan bahwa penggunaan internet untuk keperluan pribadi lebih kurang 6 jam dalam seminggu. Komputer juga dapat digunakan untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan seorang pegawai dalam penyelesaian dalam transaksi yang menggunakan sistem terintegrasi (Nebeker dan Tatum, 1993), yang membuat manajer bisa menganalisis kemacetan penanganan pelanggan terjadi pada bagian atau pegawai mana, sehingga penanganan bisa cepat dilakukan.
- Umpan balik 360 derajat, semakin populer di A.S. di mana sepertiga organisasi atau perusahaan memakainya. Ada alasan bagi popularitas penggunaan pengawasan dari seluruh sisi ini (Waldman dan Atwater, 1993), yaitu penggunaan kontrol dari dimensi yang berbeda dapat menangkap kompleksitas kinerja seorang pegawai, kontrol dari atasan akan semakin kuat apabila semua pihak menyatakan hal yang sama dan yang bersangkutan akan lebih menyadari kondisi kinerjanya sekarang dan sebagainya.
Tugas Pengawas Kantor
Tugas
pokok seorang pengawas kantor:
1.
Memberikan
instruksi untuk melaksanakan pekerjaan.
2.
Mengawasi
pegawai-pegawai untuk mengetahui apakah pekerjaan telah dilaksanakan.
3.
Melatih
pegawai-pegawai untuk melaksanakn pekerjaan.
4.
Memelihara
hubungan antar manusia yang baik dengan para pegawai.
Tugas pengawas dalam hubungannya dengan pekerjaan:
1. Merencanakan pekerjaan per-bagian.
2. Mengusahakan agar pekerjaan dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
3. Menjamin adanya ketelitian.
4. Mengkoordinasikan pekerjaan dengan
seksi-seksi atau bagian-bagian lain.
5. Membagi pekerjaan secara adil.
6. Mengembangkan metode-metode baru untuk
melaksanakan pekerjaan.
Tugas pengawas dalam hubungannya dengan
orang-orang bawahan:
1. Melatih orang-orang bawahan.
2. Mengembangkan latihan magang.
3. Medelegasikan tanggung jawab.
4. Mendamaikan perselisihan-perselisihan
perseorangan.
5. Memberi hutang, apabila perlu.
6. Memelihara disiplin, memberi celaan apabila
perlu.
Tugas pengawas dalam hubungannya dengan para
atasan dan teman-teman sekerja:
1. Menerima tanggung jawab atas pekerjaan kantor.
2. Bekerja sama dengan pengawas-pengawas lainnya.
3. Mengizinkan dan mendorong pertukaran pegawai.
4. Melaksanakna kebijaksanaan-kebijaksanaan
perusahaan.
Sifat dan
Waktu Pengawasan
Menurut
Hasibuan (2001 : 247), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari:
- Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan. Preventive controll ini dilakukan dengan cara:
a.
Menentukan
proses pelaksanaan pekerjaan.
b.
Membuat
peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
c.
Menjelaskan
dan atau mendmonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu.
d.
Mengorganisasi
segala macam kegiatan.
e. Menentukan
jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi
setiap individu karyawan.
f.
Menetapkan
sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
g.
Menetapkan
sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan.
- Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Membandingkan hasil dengan rencana.
b. Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan
kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya.
c. Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya,
jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya.
d. Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan
yang ada.
e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh
petugas pelaksana.
f. Jika perlu meningkatkan keterampilan atau
kemampuan pelaksana melalui training dan
education.
- Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki.
- Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.
- Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.
- Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan.
Teknik-teknik Pengawasan
Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan
pada dasarnya dilakukan dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu:
- Pengawasan Langsung. Yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. Pengawasan langsung dapat berbentuk:
a. Inspeksi langsung
b. On-the-Spot observatiton
c. On-the-spot report
- Pengawasan tidak langsung. Pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Pengawasan
Menurut Mulyadi (2007:770), mengemukakan
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan adalah sebagai berikut:
- Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi
- Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan.
- Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan pengawasan.
Pengertian
Efisiensi Kerja
Menurut Sedarmayanti (2001: 112),
efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan
dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang
ditargetkan baik dalam hal mutu maupun hasilnya yang meliputi pemakaian waktu
yang optimal dan kualitas cara kerja yang maksimal.
Perbandingan
dilihat dari :
a. Segi hasil
b. Suatu pekerjaan disebut lebih efisien bila
dengan usaha tersebut memberikan hasil yang maksimal mengenai hasil pekerjaan
tersebut.
c. Segi usaha
d. Suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien bila
suatu hasil tertentu tercapai dengan usaha minimal. Usaha tersebut terdiri dari
lima unsur yaitu : pikiran, tenaga, waktu, ruang, dan benda (termasuk biaya).
Menurut
Sinungan (2005:84), menyatakan bahwa efisensi kerja adalah perbandingan yang
paling harmonis antara pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh
ditinjau dari segi waktu yang digunakan, dana yang dikeluarkan, serta tempat
yang dipakai. Secara umum efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu
usaha dengan hasil yang dicapai. Efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik
antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan
itu sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.
Sumber-Sumber
Efisiensi Kerja
Menurut Sedarmayanti (2001:118) sumber
utama efisiensi kerja adalah manusia. Karena akal, pikiran, dan pengetahuan
yang ada, manusia mampu menciptakan cara kerja yang efisien. Unsur efisensi
yang melekat pada manusia adalah :
a. Kesadaran
Kesadaran manusia akan sesuatu
merupakan modal utama bagi keberhasilannya. Dalam hal efisiensi ini, kesadaran
akan arti dan makna efisiensi akan banyak membantu usaha pencapaian efisiensi
itu sendiri. Efisiensi sesungguhnya berkaitan erat dengan tingkah laku dan
sikap hidup seseorang. Artinya bahwa tingkah laku dan sikap hidup dapat
mengarah pada perbuatan yang efisien atau sebaliknya. Dengan adanya kesadaran,
seseorang akan terdorong untuk membangkitkan semangat atau kehendak untuk melakukan
sesuatu yang sesuai dengan apa yang disadarinya dalam hal ini yang diamksudakan
adalah efisiensi.
b. Keahlian
Sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang yang ahli dibidangnya hasilnya akan lebih baik dan cendenrung lebih
cepat daripada dikerjakan oleh yang bukan ahlinya. Hal ini berarti unsur
keahlian yang juga melekat pada manusia merupakan bagian yang menjadi sumber
efisiensi. Keahlian manusia dicapai bila ada pelatihan yang mendukung pekerjaan
tersebut. Sehingga apabila suatu pekerjaan difasilitasi dengan suatu peralatan,
maka peralatan tersebut menunjang pencapaian efisiensi kerja. Peralatan disediakan
dengan maksud agar pekerjaan lebih mudah dikerjakan dan lebih cepat
penyelesaiannya. Penyediaan peralatan atau fasilitas kerja yang tidak disertai
dengan keahlian penggunanya malah akan menjadikan sumber biaya yang tidak
bermanfaat.
c. Disiplin
Kesadaran dan keahlian seperti yang telah
diuraikan sebelumnya tidak akan menjamin hasil kerja yang baik dan efisien jika
tidak disertai dengan unsur disiplin. Oleh karena itu dalam efisiensi
diperlukan standar yang akan menjadi penunjuk arah sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Sehingga keseluruhan sumber daya berada dalam satu aturan yang
jelas, tidak menyimpang dari apa yang diharapkan.
Syarat
dicapainya Efisiensi Kerja
Menurut
Sedarmayanti (2001: 122), syarat-syarat agar tercapainya efisiensi kerja adalah
sebagai berikut:
a. Berhasil guna atau efektif.
b. Ekonomis.
c. Pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggung
jawabkan.
d. Pembagian kerja yang nyata.
e. Prosedur kerja yang praktis.
Dunia
bisnis terkadang mengalami kerancuan pemahaman antara efisiensi dengan
produktivitas. Efisiensi berarti menghasilkan produk yang berkualitas tinggi
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Akan tetapi harus dipertimbangkan apakah
produk tersebut dibutuhkan. Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
ditentukan secara bersama.
Hubungan
Pengawasan dan Efisiensi Kerja
Banyak cara yang dapat dilakukan dan harus
ditempuh untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu perusahaan. Efisiensi
dapat ditingkatkan dengan baik jika pengawasan yang di lakukan oleh perusahaan
itu maksimal. Efisiensi dapat tercapai apabila hasil kerja yang dilakukan oleh
karyawan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Efisiensi juga dapat dicapai
melalui sistem pergerakan yang dapat merangsang para bawahan bekerja dengan
ikhlas, jujur, loyal. Menurut Siagian (2003: 113), salah satu sasaran pokok
manajemen dalam menjalankan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi ialah
efisiensi yang semaksimal-maksimalnya. Maka dari itu pengawasan harus
dilaksanakan dengan seefektif mungkin, karena pelaksanaan fungsi pengawasan
dengan baik akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan
efisiensi.
Kesimpulan
Secara
etimologis kantor berasal dari Belanda: “kantoor”, yang maknanya: ruang tempat
bekerja, tempat kedudukan pimpinan, jawatan instansi dan sebagainya. Dalam
bahasa Inggris “Office” memiliki makna yaitu: tempat memberikan pelayanan,
posisi, atau ruang tempat kerja. Produktivitas
kerja merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menghasilkan
barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau sesuai
dengan rencana.
Pengawasan
adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas/pekerjaan
telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan, kebijaksanaan
yang telah di gariskan dan perintah (aturan) yang di berikan. Pengawasan yang
dilakukan dalam perkantoran memiliki tujuan dan manfaat bagi keberlangsungan
organisasi perusahaan.
Sistem
pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya
rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada
bawahan. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu
memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas
harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui
apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar
instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang
bawahan.
Efisiensi
kerja adalah perbandingan yang paling harmonis antara pekerjaan yang dilakukan
dengan hasil yang diperoleh ditinjau dari segi waktu yang digunakan, dana yang
dikeluarkan, serta tempat yang dipakai. Secara umum efisiensi kerja adalah
perbandingan terbaik antara suatu usaha dengan hasil yang dicapai. Efisiensi
kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan
hasil yang dicapai oleh pekerjaan itu sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam
hal kualitas maupun kuantitasnya.
Efisiensi dapat ditingkatkan dengan baik jika
pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan itu maksimal. Efisiensi dapat
tercapai apabila hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan sesuai dengan target
yang ingin dicapai. Efisiensi juga dapat dicapai melalui sistem pergerakan yang
dapat merangsang para bawahan bekerja dengan ikhlas, jujur, loyal. Maka dari
itu pengawasan harus dilaksanakan dengan seefektif mungkin, karena pelaksanaan
fungsi pengawasan dengan baik akan memberikan dampak positif
yang besar pula dalam meningkatkan efisiensi kinerja pegawai.
Saran
Pemerintahan, organisasi maupun perusahaan perlu mengadakan pengawasan kantor guna
meningkatkan efisiensi dan produktifitas kinerja pegawai. Selain dari itu,
pengawasan perlu dilakukan sebagai bukti yang relevan bahwasanya pegawai benar
mengerjakan pekerjaannya. Hal tersebut dapat membuat pegawai merasa bahwa
setiap gerak-geriknya diperhatikan oleh manajemen perusahaan sehingga arus
kerja dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesempatan bagi pegawai untuk
melakukan kesalahan kerja yang disengaja bahkan melakukan pekerjaan semaunya. Pengawasan
kerja ini juga dapat membuat pegawai terus berusaha menjadi pekerja teladan
sehingga produktivitas pegawai dapat meningkat karena merasa bertanggungjawab
terhadap pekerjaannya masing-masing.
Bila
terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan, maka pengawasan kantor ini bisa
dijadikan sebagai barang bukti suatu kebenaran. Ini dapat membantu organisasi
agar tetap berjalan dengan baik, selain itu juga dapat menjadi pencegah
kejadian yang tidak diinginkan yang dapat merugikan organisasi, pemerintahan,
perusahaan ataupun pihak-pihak lain yang dirugikan. Penggunaan pengawasan
kantor sangat efisien sehingga dapat memberikan dampak positif untuk organisasi
ataupu perusahaan yang menggunakannya. Pegawai akan merasa aman dan nyaman
dalam bekerja karena dalam pengambilan suatu keputusan tidak semena-mena,
melainkan berdasarkan data yang valid dari hasil pengawasan kantor.
Daftar Pustaka
Mukijat.
Administrasi perkantoran, Bandung: Mandar Maju, 2008.
Sukoco,
Badri M. 2007. Manajemen administrasi perkantoran modern, Jakarta:
Erlangga.
The Liang Gie. 1998. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty.
Koontz, Harold dan O’Donnell. 1956. Principle of Management. Jakarta: Bulan
Bintang.
Genry Lefinggwell, William dan Edwin M. Robinson. 1950. Text book of Office Management. Jakarta:
Bulan Bintang.
Archer, Fred. 1958. Office
Management Handbook. Yogyakarta: Karya Kencana.
Triguno.
1997. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan
yang Kondusive untuk Meningkatkan Produktivitas
Kerja. Jakarta: Golden
Terayon Press.
Agus Darma. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Alex Nitisemito. 1996. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hani Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Rosdakarya. Malayu. S.P. Hasibuan. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Manullang, M. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: UGM University.
Maringan Masry Simbolon. 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Ghalia.
Mukijat.1990. Manajemen Kepegawaian. Bandung: Alumni.
Muchsan. 2000. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan
Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Sujamto.1989. Aspek-Aspek Pengawasan. Jakarta: Ghalia.
Susilo Martoyo.2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Winardi. 2002. Asas-Asas Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Mathis Robert L dan Jackson. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Salemba.
Siagian. 2005. Kiat-kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka.
Yuniarsih,
Tjutju. 2008. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: Alfabeta.